ERA.CO.ID – Sebagai perusahaan pengembang properti ternama saham ASRI tidak jarang menjadi incaran para investor untuk menanamkan uang mereka. Tidak bisa dipungkiri bahwa ASRI sendiri telah menghasilkan banyak karya yang mengagumkan seperti Mall Alamsutra, Kota Ayodhya dan Taman Garuda Wisata Kencana di Bali. Pencapaian ASRI sebagai pengembang properti memang sudah tidak diragukan lagi kesuksesannya, namun seperti halnya perusahaan lainnya, seberapa besar sebuah perusahaan tidak akan lepas dari kendala hutang dan penurunan pendapatan. Lalu bagaimana dengan saham milik ASRI?
Penurunan Pendapatan dan Pengaruh Terhadap Saham ASRI
Tahun 2019 lalu ASRI mengalami penurunan pendapatan hingga 42%. Pendapatan ASRI di paruh waktu tahun lalu hanya sebesar Rp. 151,3 triliun dimana hal ini berarti terjadi penurunan sebesar 71% jika dibandingkan dengan paruh kedua tahun 2018. Parahnya, penurunan tersebut terjadi hampir di semua bagian usaha yang dijalankan oleh ASRI. Untungnya bisnis pariwisata Garuda Wisata Kencana Bali masih menunjukkan adanya peningkatan pendapatan.
Salah satu alasan menurunnya pendapatan ASRI di tahun sebelumnya adalah karena 2019 merupakan tahun politik ditambah lagi dengan adanya hari besar Idul fitri dan Idul adha menambah maraknya tahun tersebut sehingga bisnis menjadi lesu. Lalu bagaimanakah pengaruh penurunan pendapatan tersebut terhadap harga sahamnya?
Meskipun pada paruh tahun lalu terdapat penurunan pendapatan yang cukup banyak, nyatanya hingga bulan Mei kemarin harga saham di ASRI masih mengalami peningkatan sebesar 13,46 persen. Meskipun terlihat naik sebenarnya nilai tersebut jika dibandingkan dengan harga saham setahun terakhir sebenarnya ada penurunan sekitar 50%.
Lakukan Restrukturisasi Obligasi, Akankah Menjadi Solusi?
Tidak hanya memiliki kendala dalam penurunan pendapatan saja, perusahaan besar ini juga harus menghadapi pembayaran obligasi yang sudah jatuh tempo. Awal tahun lalu ASRI telah melakukan restrukturisasi terhadap hutang yang mereka miliki karena ketidakmampuan membayar sejumlah hutang yang sudah ditentukan.
Untuk mengurangi jumlah utang yang harus dibayar, perusahaan memutuskan untuk membeli kembali sebagian obligasi sehingga pada bulan Maret kemarin ASRI hanya diharuskan membayar hutang sebesar US$ 70 dari jumlah sebelumnya yaitu sekitar US$230. Sisa hutang sebesar US$ 175 akan jatuh tempo pada bulan April tahun depan.
Apa keuntungan untuk ASRI dari restrukturisasi obligasi tersebut? Tentunya adalah jangka waktu pembayaran hutang yang lebih lama serta pengurangan jumlah yang harus dibayar. Pertanyaannya sekarang adalah mampukah ASRI membayar sisa hutang obligasinya tahun depan?
Menurut S&P Global Ratings, perusahaan ini akan mengalami kesulitan dalam melunasi hutang tersebut karena di semenjak pandemi corona melanda dunia bisnis property menjadi semakin terpuruk. Bahkan, perusahaan pemeringkat utang tersebut menurunkan rating ASRI yang semula B- menjadi CCC+.
Dalam peringkat tersebut, CCC+ merupakan kedudukan yang tertinggi dalam kategori kelompok yang berpotensi gagal bayar. Masih menurut S&P, jumlah kas ASRI saat ini hanya mampu menutup 35% dari jumlah hutang saja. Mirisnya, awal tahun ini ASRI sudah mendapatkan pinjaman dari dua bank dalam negeri untuk membayar hutang yang jatuh tempo sehingga kemungkinan kecil bagi perusahaan real estate ini mendapatkan pinjaman kembali.
Jika ditinjau kembali, restrukturisasi obligasi memang berpengaruh terhadap keuangan ASRI, namun tidak sepenuhnya menjadi solusi karena hingga saat ini perusahaan tersebut masih kesulitan mendapatkan dana untuk melunasi hutang tahun depan. Tentunya sedikit banyak hal ini juga akan berpengaruh terhadap harga saham ASRI yang bisa saja menurun.